Saturday, October 20, 2007

KETUPAT CINTA DI HARI RAYA


Hari raya Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Suatu kemenangan dari sebuah kebahagiaan karena telah mendapat dua kemenangan, kebahagiaan berbuka karena selesainya melaksanakan ibadah Ramadhan serta kebahagiaan bisa bertemu dengan Allah di hari akhir kelak.
Rasulullah telah menjanjikan bahwa orang-orang yang telah berpuasa Ramadhan dengan baik akan diampuni dosa-dosanya dan dia menjadi bersih dan suci laksana bayi yang baru dilahirkan, inilah yang disebut fitrah. Suatu potensi untuk selalu ingin tahu untuk apa ia dilahirkan di muka bumi ini. Suatu potensi yang tidak berada diantara kebaikan dan kejahatan karena ia jelas cenderung kepada suatu kebaikan. Sehingga para alim ulama berkeyakinan, bahwa seorang yang meninggal sebelum diwajibkan kepadanya suatu ibadah, maka ia akan masuk surga dengan fitrahnya yang belum ternodai oleh kesalahan dan dosa dunia.
Pada hari ini terbersit rasa haru yang muncul di hati kita, ketika mendengar takbir dikumandangkan, tauhid atau puji-pujian dilantunkan. Kita teringat suasana idul fitri di negeri kita tercinta. Saat biasanya kita berkumpul dengan keluarga besar, duduk bersimpuh dengan orang tua, memohon maaf atas kesalahan dan kekhilafan sebagai anak yang terkadang berbuat yang menyakitkan hati mereka, dan kita pun mengucapkan terima kasih atas pengorbanan yang telah mereka lakukan selama ini.
Saat itu pula, adalah nuansa yang paling tepat untuk saling memaafkan sambil bercucuran air mata penyesalan. Karena hakikat dosa kepada hamba tak akan bisa diampunkan Allah kecuali pemberian maaf hamba yang bersangkutan.
Terkenang suasana Lebaran Idul Fitri di kampung halaman nan damai di negeri seberang, tempat di mana aku telah dilahirkan. Suatu tempat yang telah ajarkanku tuk mampu menyunggingkan senyuman kebahagiaan, sejak malam takbiran menggema, hingga keesokan pagi saat pulang dari jamaah shalat ied di lapangan. Senyum kebahagiaan, karena masih mampu tuk bersimpuh memohon maaf kepada orang tua tercinta. Belum lagi kebahagiaan makan "ketupat cinta" buatan bunda, bersama daging berbumbu rendang pedas dan opor ayam yang luar biasa lezatnya.
Sebuah kemenangan tahunan yang tak pernah terlupakan. Karena tetangga di samping rumah pun tak ketinggalan pula menikmati aroma ketupat cinta buatan bunda. Belum lagi setiap dari mereka punya rasa ingin saling berbagi ketupat cinta yang mereka buat untuk para tetangga. Sehingga kemenangan yang dirasa menjadi semakin sempurna, menyebar ke seluruh pelosok negeri. Tak peduli dari tukang sapu di jalan, para nelayan, kaum elit, pedagang, hingga tukang pukul beduk di masjid raya turut merasakan kemenangan yang tercipta dari solidaritas ketupat cinta buatan para bunda.
Kemenangan itu rupanya tak hanya bagi mereka yang memiliki baju dan pakaian baru pada hari raya, bukan juga bagi mereka yang banyak menghamburkan rizki dan berbondong-bondong pergi ke pasar berfoya-foya membeli barang-barang yang mewah. Namun kemenangan itu pun bagi mereka yang melakukan dan memakai baju baru dari hasil menjajakan ketupat kosong yang dibuat dari daun nifah ke seluruh pelosok rumah yang membutuhkannya. Sungguh, dengan ketupat cinta, Allah berikan rezeki-Nya kepada hamba-hamba yang mau berusaha.
Tapi, kemenangan itu tak pernah berlaku bagi mereka yang menghambat dan menghalangi terwujudnya persatuan dan kesatuan umat. Kemenangan yang terlewatkan bagi mereka yang berebut ketupat hingga melupakan jerih payah pembuatnya yang telah teteskan keringat, yang harapkan raih kasih dari penikmat ketupat cinta saat silaturrahmi telah tiba.
Kemenangan yang terlewatkan atas mereka yang menjadi penghambat dan penghalang bagi terwujudnya ikatan tali silaturrahmi, hingga ketupat yang ada tak mampu tebarkan aroma kepedulian tuk saling memberi. Kemenangan yang tak pernah dirasakan oleh kalangan intelektual arogan, yang dapat membuat orang menjadi absolutis, berpikir hitam putih dan mengklaim bahwa kebenaran hanya ada pada diri dan kelompok mereka semata.
Kemenangan yang tak dirasakan oleh pemilik emosional arogan, yang membuat orang menjadi fanatik dan membabi buta serta berlebih-lebihan terhadap kelompok dan alirannya. Mereka yang berusaha memakan habis ketupat buatan mereka dan tak pernah mau peduli para tetangga yang kelaparan hanya karena mereka tak masuk golongan.
Kemenangan yang tak dirasakan oleh pemilik sosial arogan, karena penyakit yang telah membuat diri merasa ekslusif, menutup dan mengasingkan diri dari orang-orang dan lingkungan selain kelompoknya.
Mereka yang tak pernah merasakan bahwa kebahagiaan hanya dapat tercipta disaat kemenangan menikmati hidangan ketupat cinta diatas satu meja kebersamaan, meja aqidah Islamiyah, agama nan damai dan sempurna.
Milik siapakah kemenangan ini?!?... Terdengar teriakan di pojok kota negeri antah berantah. Sebuah teriakan yang tak pernah kudengar di kampung halamanku di negeri seberang. Kemenangan dari ketupat cinta tak pernah berlaku bagi mereka yang mendustakan agama, karena ketegaan mereka menghardik dan mengusir anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang-orang miskin. Mereka lupa, ketupat cinta tak kan pernah menjadi ketupat cinta tanpa ada tangan-tangan cinta meraih dan menikmatinya dengan cinta.
Kemenangan dari ketupat cinta rupanya tak berlaku pula bagi pemilik sifat riya’, yang selalu ingin mendapatkan pamrih dari pemberian ketupat kepada orang lain. Mereka telah lupakan, hakikat memberi tak mesti harap kembali. Hanya kepada-Nya kita boleh berharap tuk impikan imbalan ketupat cinta dapat menjadi bangunan istana di surga kelak. Masya Allah.
Ku teringat, di saat tangan bunda membuat ketupat cinta tuk keluarga, keluar tausyiah berharga mengingatkanku betapa bahagianya mereka yang telah mendapatkan kemenangan di hari fitri ini, sebuah kemenangan yang tak dirasakan para orang tua yang tidak paham akan tugasnya sebagai kepala keluarga, dan juga seorang ibu yang telah lupakan tuk didik anak-anaknya menjadi generasi yang shaleh dan shalehah. Karena tingkat keberhasilan mendidik anak bukan hanya sekedar berhasil menyampaikan cita-cita dalam urusan pendidikan, pangkat, jabatan dan pekerjaan saja, tapi keberhasilan menuju jenjang keshalehanlah yang menjadikan mereka turut menikmati kemenangan bersama ketupat cinta buatan bunda di hari raya.
Lagi-lagi kepala ini menggeleng-geleng takjub, membayangkan betapa besar pengorbanan bunda menyuguhkan ketupat cinta di hari raya, dengan bumbu-bumbu kasih sayang penuh keikhlasan. Sehingga getaran lidah dan geraham yang mengunyah ketupat cinta pun turut merasakan betapa indah pesona kasih yang diberikan bunda kepada anak-anaknya.
Di hari kemenangan ini, aku pun sadar, seorang anak yang durhaka kepada orang tua, yang tak pernah berpikir tuk bahagiakan mereka, dan selalu menjadi beban permasalahan keluarga, serta tak pernah mau berpikir tuk doakan keduanya tak akan pernah merasakan kemenangan menikmati untaian kebahagiaan menghirup sejuknya air dari telaga kedamaian, sebagaimana bahagianya sebuah keluarga berteduh dibawah kerindangan, sembari menikmati ketupat cinta yang telah dipesan sebelum tikar tergelar diatas rumput-rumput kebersamaan. Mereka tak merasakan itu.
Sungguh di hari nan fitri ini, aku tak mau tertinggal dari pesona indahnya kemenangan dari ketupat cinta, walau ia hanya sebatas kenangan di masa lampau. Tapi ku yakin, pesona itu tetap akan kurasa, disaat ku telah kembali dari negeri perantauan, hingga ku berjumpa dengan sentuhan halus kasih tangan bunda yang suguhkan ketupat cintanya untukku.
Kerinduanku bukan kepalang, akan buaian kedamaian tuk raih kemenangan dari ketupat cinta buatan bunda. Sehingga membuatku tak lalai tuk menyombongkan ilmu di dunia, yang menganggap dengan ilmu hanya untuk menipu publik kepada suatu kemungkaran, kebohongan dan kerugian. Naudzubillah.
Ya Allah ya Tuhan kami, jadikan kemenangan ini adalah kedamaian abadi tuk kemuliaan tangan bunda, yang telah rela luangkan waktu tuk suguhkan ketupat cinta di hari raya.
Ya Allah ya Tuhan kami, jadikan cinta bunda kepada kami sebagai cerminan cinta-Mu kepadanya. Karena kebahagiaan kami hanya dapat terukir di saat kami tatap senyum bunda menjumpai ridho-Mu, sebagaimana senyum yang terlihat di saat menatap kami menyantap ketupat cinta yang telah ia buat.
Ya Allah ya Tuhan kami, yakinkanlah kepada kami, bahwa hari kemarin adalah pelajaran bagi kami, bahwa hari ini adalah kenyataan yang harus kami hadapi, dan hari esok adalah harapan yang kami nanti. Bawalah kami kehadapan-Mu bersama bunda dan ayah yang kami cinta, sehingga kami dapat kembali bersama menikmati indahnya ketupat cinta di bawah rindangnya pohon di surgamu di hari nan abadi kelak.




Islamabad, 12 Oktober 2007
Kutulis disaat kukenang tulus tangan bunda Nuriyati menyuguhkan ketupat cinta untukku.
Spesial Kekasihku Neng Iffah di negeri Parung.

No comments: